#PandemicReview - 2001: A Space Odyssey (1968) Keindahan Fiksi-Ilmiah Dalam Mahakarya Kubrick Dan Inovasi Teknologi Yang Relatable
2001: A Space Odyssey (1968)
Sutradara: Stanley Kubrick
Pemeran: Keir Dullea, Gary Lockwood, William Sylvester, Daniel Richter, Robert Beatty, Glenn Beck
Penulis: Arthur C. Clarke
Produser: Stanley Kubrick
Sinematografi: Geoffrey Unsworth
Editor: Ray Lovejoy
IMDb: 8,3/10
Rotten Tomatoes: 92%
Beberapa waktu lalu, jagat berita sedikit diramaikan dengan hilangnya monolith misterius yang terpasang di Utah. Diduga monolith tersebut dicuri. Diketahui katanya sih monolith logam itu dipasang secara ilegal oleh seseorang disana. Hingga keberadaannya akhirnya diketahui oleh Departemen Keamanan Publik dari Utah. Foto monolith ini tersebar di media sosial. Beberapa hari setelah viral, monolith ini akhirnya hilang tanpa jejak. Tidak diketahui siapa pencurinya, dan tidak diketahui juga jejaknya.
Ngomong-ngomong soal monolith, saya jadi ingat satu film lama, yang lama-nya tuh lama banget. Luawas pol! Rata-rata pihak yang terlibat di film itu sudah meninggal. Dimana saya pertama kali mengenal teknologi yang relate dengan era sekarang ternyata sudah ada sejak dulu di film ini. Film 2001: A Space Odyssey (1968) merupakan film besutan mendiang Stanley Kubrick, yang baru saya tau sosoknya setelah nonton film legendaris macam The Shining (1980) dan Eyes Wide Shut (1999).
Di film yang dibintangi Keir Dullea ini kelihatan banget 'visionaris' nya pak Kubrick. Bayangin aja zaman segitu sudah kepikiran soal Kecerdasan Buatan atau A.I (Artificial Intelligence, meskipun Steven Spielberg juga udah kepikiran sih). Diadaptasi dari novel fiksi-ilmiah karya Arthur C. Clarke, disini dipaparkan bagaimana penampakan kemajuan manusia dan peradaban dalam teknologi seperti salah satunya adalah terciptanya karakter HAL 9000. Diisi suaranya oleh Douglas Rain, HAL 9000 (Heuristically programmed ALgorithmic 9000) adalah Kecerdasan Buatan yang diceritakan sebagai pengendali keseluruhan sistem pesawat ruang angkasa Discovery One. HAL 9000 juga mampu berinteraksi dengan kru pesawat tersebut. Di film ini, Kubrick benar-benar menjadi trendsetter dalam visi membuat sebuah film fiksi-ilmiah khususnya yang melibatkan ruang angkasa.
Di tahun segitu, film ini merupakan film visionaris yang sangat epik. Tone warna artistik yang selalu diperhatikan oleh Kubrick dalam setiap scene-nya hingga sinematografi garapan tangan dingin Geoffrey Unsworth yang begitu memukau, film ini layak masuk watchlist kalian (buat yang suka genre beginian). Kubrick begitu ambisius dalam mewujudkan sekaligus mengajak penonton ke dalam ruang pikirannya untuk diperlihatkan pada kita sebuah kisah luar angkasa yang megah dan indah. Dan itu memang berhasil. Kubrick, selain A Clockwork Orange (1971) dan The Shining (1980), bagi saya mampu membuat saya 'gila' (lagi) dan addict dengan 2001: A Space Odyssey-nya. Sama hal-nya ketika saya menikmati Inception (2010), Interstellar (2014), Trilogi The Dark Knight (2005 - 2012) garapan the one and only Christopher Nolan, Parasite (2019) garapan Bong Joon Ho, dan The Lighthouse (2019) garapan Robert Eggers.
Saya juga baru menyadari bahwa teknologi-teknologi semacam gawai yang kita pakai zaman sekarang ini semuanya sudah diperlihatkan di film ini. Seperti salah satunya adalah Tablet. Pernahkah kalian kepikiran kalau di tahun segitu, di tahun 1968 sudah ada Tablet? Kalau saya sih belum. Dan jika saya sudah hidup di tahun segitu, sangat besar kemungkinan bahwa saya tidak akan kepikiran hal-hal seperti itu. Tetapi sekali lagi, Kubrick, sebagai trendsetter dan dengan visualisasinya, mampu mewujudkan terobosan semacam itu. Dan banyak dipakai di zaman sekarang, bahkan sekarang mungkin lebih kecil lagi yaitu smartphone.
Tetapi jujur saja, 30 menit pertama saya menonton film ini saya sudah nggerutu dan merasa bosan. La bagaimana nggak nggerutu, wong 30 menit itu ternyata masih pembukaan, ditemani adegan interaksi antar simpanse di gurun. Edan po pembukaan wae jek suwine! Ndeloki bedes pisan! Eits, sabar jangan gitu. Bertahanlah sejenak, karena kalau sudah lebih lanjut, disitulah perjalanan kalian menuju sebuah petualangan visual yang imajiner dan interaktif dimulai.
Untuk akting aktor saya nggak seberapa mengamati. Kenapa? Karena saya terpukau dengan segala keajaiban dan keindahan teknis yang ada di film ini. Visualnya yang segar terutama yang membuat saya jadi ingin gabung sebagai kru pesawat disana sehari saja. Kubrick benar-benar keren dan jenius! Nggak kalah sama idola saya (dalam sci-fi) macam Christopher Nolan, Steven Spielberg, dan J.J. Abrams.
Di perhelatan Academy Awards tahun 1969, film ini meraih piala Oscar dalam kategori "Best Effects, Best Visual Effects".
note: Setiap orang berbeda, jangan bergantung dengan sebuah review atau kritik, buktikan dengan nonton sendiri!
Terima kasih sudah meluangkan waktu ke situs review orang awam ini, See You Again!


Komentar
Posting Komentar