#PandemicReview - The Grinch (2018) Mendingan Animasi Daripada Yang Asli

























The Grinch (2018)



Sutradara: Yarrow Cheney, Scott Mosier

Pemeran: Benedict Cumberbatch, Rashida Jones, Pharrell Williams, Cameron Seely, Tristan O'Hare, Kenan Thompson, Angela Lansbury

Penulis: Michael LeSieur, Tommy Swerdlow

Produser: Janet Healy, Christopher Meledandri

Editor: Chris Cartagena

Musik: Danny Elfman

IMDb: 6,3/10

Metascore: 51

Rotten Tomatoes: 60%



Selain sajian pamungkas pada saat natal tiba yaitu trilogi Home Alone (1990-1997), dan favorit saya yaitu Last Christmas (2019), salah satu film yang biasanya saya tonton untuk menemani saya di rumah saat libur cuti natal adalah Dr. Seuss' The Grinch (2018). Film animasi yang diadaptasi dari judul yang sama yang dirilis tahun 1966, 1982, dan 2000. Mungkin The Grinch sudah muncul dalam beragam versi serial ataupun film. Yang jelas, The Grinch (2018) versi animasi adalah versi yang terbaik bagi saya.

Di dubbing oleh Benedict Cumberbatch, sosok Grinch sang legenda berbulu hijau lebat yang malas dan tidak suka akan perayaan natal ditampilkan seperti biasanya. Tinggal di Pegunungan Crumpet bersama si anjing Max, Grinch tidak menyukai penduduk Who-ville merayakan natal karena mengganggu ketenangannya. Dan di film ini, Grinch akan mencuri natal.

Film yang enjoyable dan jalan cerita menyenangkan dan segar serta dibawakan dengan naratif sekaligus nggak muluk-muluk, membuat film ini tidak hanya cocok ditonton untuk anak, melainkan semua kalangan dan generasi. Ini masih lebih baik daripada Grinch yang dibawakan oleh Jim Carrey.

Sebenarnya memang sama saja. Grinch versi animasi ini dengan Grinch versi Jim Carrey tidak ada perubahan yang dominan. Namun, bagi saya pribadi, menonton film komedi semua umur saat natal dengan riasan wajah dan tubuh Jim Carrey sebagai pemeran Grinch bukanlah pengalaman yang menyenangkan bagi saya. Terlebih bahwa sejatinya Grinch memang cocok (dan harusnya) ditampilkan sebagai karakter dua dimensi. Tentunya akan lebih lucu dan tidak terkesan menakutkan. Dan ramah juga di mata.

Yarrow Cheney dan Scott Mosier berhasil menghidupkan karakter dewasa menjadi lebih ramah bagi anak. Terlebih, problem 'kesepian' diangkat dengan baik di film ini. Ditambah lagi endingnya yang humanis dan menyentuh. Film ini serasa kado natal yang cukup bagi saya. Meskipun saya seorang muslim, tetapi film-film bertemakan keluarga dan kasih sayang natal yang biasa rilis atau ditayangkan di penghujung tahun selalu menarik rasanya untuk saya saksikan. Terutama Die Hard (1988). Eh, itu beda lagi ya.

note: Setiap orang berbeda, jangan bergantung dengan sebuah review atau kritik, buktikan dengan nonton sendiri!


Terima kasih sudah meluangkan waktu ke situs review orang awam ini, See You Again!



Komentar