#PandemicReview - The Queen's Gambit (2020) Cantik, Pecandu, But Most Importantly She's A Genius!

























The Queen's Gambit (2020)



Sutradara: Scott Frank

Pemeran: Anya Taylor-Joy, Thomas Brodie-Sangster, Bill Camp, Moses Ingram, Harry Melling, Jacob Fortune-Lloyd, Marcin Dorocinski

Penulis: Scott Frank, Allan Scott, Walter Tevis

Produser: Mick Aniceto, Marcus Loges

Sinematografi: Steven Meizler

Editor: Michelle Tesoro

Musik: Carlos Rafael Rivera

IMDb: 8,7/10

Rotten Tomatoes: 99%



Saya pertama kali mengenal Anya Taylor-Joy di dalam film besutan sutradara The Sixth Sense (1999), M. Night Shyamalan bersama dengan James McAvoy dalam satu frame di film horror-thriller Split (2016). Saya merasa bahwa Anya Taylor-Joy punya potensi dan waktu itu saya harap ada film budget besar atau film dengan penggarapan dari sutradara kritis pemenang Oscar, Golden Globe, atau award lainnya untuk menempatkan Anya sebagai karakter utama. Dan ternyata harapan saya terpenuhi. Anya Taylor-Joy kembali dalam sebuah mini-seri yang menurut saya epik dan luar biasa yaitu The Queen's Gambit (2020). Bisa kalian tonton di Netflix.

Sebenarnya tanpa menunggu The Queen's Gambit (2020), harapan saya yang menjadikan Anya sebagai karakter utama atau pemeran utama dalam sebuah film big-budget, box office bomb, atau sebuah critical-acclaimed movie sudah terpenuhi dan terwujud. Bahkan semenjak 2015. Rilisnya film The Witch (2015) besutan Robert Eggers itulah bentuk terwujudnya harapan saya. Anya Taylor-Joy berperan sebagai Thomasin, seorang anak sulung dari pasangan William-Katherine. Mereka adalah keluarga kecil yang selalu berhadapan dengan kekuatan sihir, ilmu hitam, dan hal-hal magis lain.

Lalu secara mengejutkan (bagi saya, karena sudah lama tidak melihat performa akting Anya di layar lebar), Anya kembali dalam sebuah mini-seri buatan Scott Frank dan Allan Scott yang diadaptasi dari novel karya Walter Tevis. Novel dengan genre psychological-thriller, suspense-thriller ini berhasil diadaptasi dengan apik. Tata busana, latar tempat dan suasana, serta akting masing-masing aktor dan aktris dalam menunjukkan perannya diperlihatkan dan dilakukan dengan sangat baik. Visualnya memukau buat saya, nggak bosan saya nontonnya. Kalau bisa mungkin saya minta sutradaranya atau produsernya atau mungkin pihak Netflix-nya buat permintaan khusus. Yaitu sekedar ngerekam panorama latar kota dan suasana dalam The Queen's Gambit (2020) 5 menit saja hanya untuk saya saksikan sendiri. Hahahah, ya nggak lah, mana bisa.

Chemistry antara Anya yang berperan sebagai Beth, dengan Thomas Brodie-Sangster yang berperan sebagai Benny, seketika hampir membuat saya kehilangan arah dalam memahami alur cerita. Alias perhatian pada alur cerita hampir bubrah. Relationship antara Beth dan Benny hampir mengalihkan duniaku (anjirr apaan sih wkwkwk). Tapi serius, untuk urusan casting, dan khususnya buat casting director, saya ucapkan apresiasi sedalam-dalamnya karena sudah menghadirkan Thomas Brodie-Sangster dan memasangkannya dengan Anya. Chemistry mereka seakan-akan natural kalau saya melihatnya.

Pengembangan cerita juga tidak dibuat berantakan. Semuanya disusun dan ditata dengan rapi dan runtut. Mulai dari kisah Beth yang ditinggal mati orang tua-nya hingga menjadi pecatur profesional. Selain itu, konflik juga tidak melulu dalam soal percaturan. Konflik di serial ini juga mengangkat isu kecanduan obat-obatan dan minuman keras yang Beth alami yang cukup berdampak pada dirinya dan karirnya. Soal skoring atau aransemen musik, Carlos Rafael Rivera patut dapat standing ovation dalam menghadirkan skoring yang mampu memainkan emosi saya dan racikan elemen musik melankolis dalam setiap adegan mampu memanjakan kuping saya.

Soal sinematografi dan tata sudut pandang kamera, tangan dingin Steven Meizler mampu membuat saya seakan-akan berada di dalam isi kepala Beth terutama pada saat berhadapan dengan papan catur. Selain itu, Steven Meizler dengan kemampuannya dalam mengkondisikan penempatan kamera membuat mini-seri ini terlihat lebih hidup dan powerful. Tentu saja itu semua juga tak lepas dari akting para pemeran yang baik.

Tak heran Rotten Tomatoes memberi skor 99% pada mini-seri ini orisinal Netflix ini. IMDb juga menempatkan mini-seri ini di nomer 88 dalam daftar 'IMDb Top Rated TV Shows'.

Dan berkat mini-seri ini, saya akhirnya berpikir bila tahun ini tidak terlalu buruk. Jika saya sedang muak dan sedang tidak ingin memperhatikan hiruk-pikuk dunia di tahun ini (seperti virus Corona lah, peristiwa apa lah, dsb), saya hanya tinggal rewatch mini-seri yang keren ini.

Sebelumnya, saya ingin mengutip perkataan Harry.

"Anger's a potent spice. A pinch wakes you up. Too much dulls your senses."

"Kemarahan adalah bumbu yang kuat. Sejumput bumbu kemarahan dapat membangkitkanmu. Tapi kalau terlalu banyak, itu akan melumpuhkan indera-mu."



note: Setiap orang berbeda, jangan bergantung dengan sebuah review atau kritik, buktikan dengan nonton sendiri!



Terima kasih sudah meluangkan waktu ke situs review orang awam ini, See You Again!



Komentar