#PandemicReview - Trial By Fire (2018) Ketika Kebenaran Tak Selalu Menang
Trial By Fire (2018)
Sutradara: Edward Zwick
Pemeran: Jack O'Connell, Laura Dern, Emily Meade, David Wilson Barnes, Jeff Perry
Penulis: Geoffrey Fletcher
Produser: Kipp Nelson, Alex Soros, Allyn Stewart, Edward Zwick
Sinematografi: John Guleserian
Editor: Steven Rosenblum
Musik: Henry Jackman
IMDb: 6,9/10
Metascore: 51
Rotten Tomatoes: 61%
Seorang pembunuh anak kecil telah divonis mati oleh pengadilan terdengar cukup setimpal bukan? Bagi yang setuju dengan hukuman mati, kita pasti bersyukur mendengar vonis itu dijatuhkan ke pelaku dan tak jarang kita juga terkadang mencecarnya atau meluapkan sumpah serapah. Seperti saya yang jika di TV ada berita soal pemerkosa anak akan dihukum kebiri saya sangat senang sekali dan memaki si pelaku walaupun hanya lewat layar TV.
Saya bilang "Sukur! Kapok! Mati o!" dan kalimat sejenis.
Tapi, bagaimana jika seorang pria, anak kecil, yang menghadapi tuduhan membakar seisi rumah sekaligus memanggang tiga anak kecil alias anaknya sendiri yang tak berdosa, ternyata tidak bersalah sama sekali?
Yap, itulah Cameron Todd Willingham. Todd harus menghadapi kenyataan yang tragis. Dimana hidupnya diakhiri dengan suntikan dengan dosis mematikan alias Todd dieksekusi. Todd, dalam film ini, memberitahu kita bahwa dirinya tidak bersalah. Todd tidak membakar rumah itu, Todd juga tidak membunuh anaknya sendiri. Tapi pengadilan Texas tetap menganggap dirinya bersalah dan 'membunuhnya'.
Rasa sedih dan marah saya rasakan ketika film ini berakhir. Film ini, meskipun mungkin dengan sedikit dramatisasi, berhasil membuat emosi saya meningkat. Saya sedih karena Todd tidak bisa diselamatkan, dan sedihnya lagi ini adalah kisah nyata. Saya marah terhadap ketidak-adilan yang diperoleh Todd. Stacy, sang istri yang awalnya membela Todd, di pertengahan hingga ujung waktu, Stacy tidak kunjung melakukan pembelaan terhadap Todd.
Film ini seolah 'menampar' saya bahwa apa yang disuarakan seperti "Kebenaran Akan Selalu Menang" itu sangat belum tentu. Oke, dalam kasus Todd ini mungkin kebenaran pada akhirnya menang, tapi Todd sudah terlanjur jadi abu yang telah ditabur di makam anak-anaknya.
Diadaptasi dari sebuah artikel The New Yorker karya David Grann, film ini diadaptasi dengan cukup baik meskipun menggunakan pendekatan agak manipulatif. Geoffrey Fletcher selaku penulis naskah membawa perjalanan kita dari awal film ke ujung film dengan baik, meskipun plot sedikit mengendur di bagian-bagian tertentu.
Namun, saya juga agak meragukan bahwa apa yang digambarkan di film ini itu sesuai dengan artikel maupun sumber-sumber yang asli di lapangan. Kenapa? Kemungkinan juga kan dalam film ini terdapat sentuhan dramatisasi? Entah sedikit atau besar.
Semoga saja enggak. Kalaupun di dramatisir, semoga saja hanya berskala kecil.
Film besutan Edward Zwick, yang juga pernah menyutradarai Jack Reacher: Never Go Back-nya Tom Cruise ini recommended buat ditonton. Tapi perlu diperhatikan, kata-kata kasar, alkohol, dan hal-hal seksual juga cukup 'severe' disini.
Saya jadi ingat kutipan dari seorang tokoh Revolusi Kuba, Che Guevara.
"Jika anda bergetar dengan geram pada setiap melihat ketidakadilan, maka anda adalah kawan saya."
note: Setiap orang berbeda, jangan bergantung dengan sebuah review atau kritik, buktikan dengan nonton sendiri!
Terima kasih sudah meluangkan waktu ke situs review orang awam ini, See You Again!


Komentar
Posting Komentar